Isu gender di era global adalah masalah penindasan dan eksploitasi, kekerasan, dan persamaan hak dalam keluarga, masyarakat, dan negara. Masalah yang sering muncul adalah perdagangan perempuan, dan pelacuran paksa, yang umumnya timbul dari berbagai faktor yang saling terkait, antara lain dampak negatif dari proses urbanisasi, relatif tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, serta rendahnya tingkat pendidikan.
Mengapa terjadi "perbedaan" gender? Terbentuknya perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap seolah-olah ketentuan Tuhan. Sebaliknya melalui dialektika konstruksi seolah-olah ketentuan Tuhan. Sebaliknya melalui dialektika konstruksi sosial gender secara evolusional dan perlahan-lahan mempengaruhi biologis masing-masing. Lalu apa itu gender? Gender berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin. Kalau dilihat dalam kamus, tidak dibedakan secara jelas kata sex dan gender. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata-kata gender dengan kata sex (jenis kelamin). Pengertian sex merupakan persifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya laki-laki memiliki penis, jakala atau kalamenjing dan memproduksi sperma. Perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan dan memprduksi sel telur, memliki vagina dan alat menyusui. Alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan pada manusia laki-laki dan perempuan karena bersifat tetap yang disebut sebagai kodrat atau ketentuan Tuhan.
Perbedaan gender melahirkan ketidakadilan (gender inequalities) baik bagi kaum laki-laki dan terutama bagi perempuan. Hal ini dapat dilihat dari manifestasi ketidakadilan yang ada. Pertama, marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi. Gelombang perdagangan bebas dikendalikan oleh pemilik modal dengan serakah. Marginalisai dan penindasan bagi kaum mustadh’afin menjadi buruh yang dieksploitasi. Penindasan dan pemarginalan terhadap kaum dhuafa’ dan masakin sering dilakukan oleh kelas-kelas dominan. Pun, elit keagamaan menjadi bagian dari proses de-humanisasi. Isu perubahan kerja yang adil harus jadi prioritas bagi elit keagamaan dengan semangat iman dalam bentuk amal. Hal ini sesuai dengan anjuran Tuhan untuk selalu berlomba-lomba dalam kebajikan. Kesalehan personal terhadap Tuhan tidak akan mampu membendung arus penindasan dan marginalisasi oleh kelas dominasi terhadap kaum mustadh’afin. Sejatinya, kesalehan ini diwujudkan dalam interaksi dan sistem sosial dalam kehidupan sehari-hari.. Bersandar pada realitas seperti itu, maka mengahadirkan agama sebagai rahmatalilalamin bagi seluruh umatnya menjadi sebuah keharusan untuk menghadang dan membendung kemungkaran sosial.
Kedua, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik. Perampasan daya sosial mencakup perampasan akses seperti informasi, pengetahuan, pengembangan keterampilan dan potensi kolektif, serta partisipasi dalam organisasi dan sumber-sumber keuangan. Perampasan daya politik meliputi perampasan akses individu pada pengambilan keputusan politik, termasuk kemampuan memilih dan menyuarakan aspirasi serta bertindak kolektif. Tekanan ini lebih merupakan akibat dari operasi watak otoritarian rezim dan pendukung koersifnya. Kebisuan ini yang harus dibongkar. Perampasan daya psikologis mencakup tekanan eksternal yang menyebabkan hilangnya perasaan individual mengenai potensi dirinya dalam kancah sosial-politik, sehingga individu itu tidak punya peluang untuk berpikir kritis. Tekanan eksternal itu diinternalisasi si miskin menjadi kesadaran palsu. Mereka percaya bahwa mereka miskin dan bodoh, tidak bisa apa-apa, selain mengandalkan orang lain untuk mengubah keadaannya.
Ketiga, Pembentukan sterotipe atau pelabelan negatif. Setereotipe yang dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin, yaitu perempuan.
Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya, pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Konsep gender ialah suatu sifat laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi oleh masyarakat baik secara kultural maupun sistemik. Misalnya perempuan secara kultural dikenal lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan, sedangkan laki-laki dikenal kuat, rasional jantan dan perkasa. Sifat-sifat tersebut dapat dipertukarkan dan berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lain. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintah dan negara.
Keempat, kekerasan (violence). Kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik, seperpti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik. Pelaku kekerasan bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri maupun di tempat umum, ada juga di dalam masyarakat itu sendiri. Pelaku bisa saja suami, ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga, atau majikan.
Lima, beban kerja yang pajang dan lebih banyak (burden). Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidak adilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Keenam, Sosialisasi ideologi nilai peran gender. Yusuf Supiandi membeberkan bagaimana ketidaksetaraan gender itu memberi pengaruh yang cukup besar terhadap kemiskinan. Misalnya, investasi terhadap SDM, khususnya anak-anak dan perempuan dalam pendidikan dan kesehatan. Perempuan yang berpendidikan dan mempunyai kesehatan yang baik akan mempunyai kesempatan untuk aktif bekerja secara produktif pada sektor-sektor formal serta akan menikmati pendapatan yang baik dibanding dengan perempuan yang tidak punya pendidikan dan sakit-sakitan. Selain itu, perempuan yang punya pendidikan akan memberikan perhatian yang lebih besar pada anak-anaknya yang merupakan investasi bagi masa depan anak-anak.
Bentuk ketidakadilan gender tidak bisa dipisahkan, karena saling berkaitan dan berhubungan secara dialektis. Misalnya marginalisasi ekonomi perempuan menyebabkan kekerasan, yang akhirnya tersosialisasikan dalam keyakinan dan visi kaum perempuan sendiri. Karenanya, guna memaksimalkan peran perempuan, pemahaman gender mutlak dibutuhkan. Kesetaraan dan keadilan gender merupakan syarat mutlak untuk menciptakan tatanan masyarakat yang adil dan manusiawi. Oleh sebab itu, tidak benar anggapan yang mengatakan bahwa gerakan kesetaraan dan keadilan gender itu merupakan upaya merusak tatanan masyarakat yang telah baku. Yang benar adalah kesetaraan dan keadilan gender menciptakan tatanan masyarakat yang adil dan manusiawi. Upaya laki-laki dan perempuan melawan sistem yang tidak adil.
Bagaimana usaha yang dilakukan mewujudkan keadilan gender? Keadilan dan kesetaraan gender dapat dipenuhi jika undang-undang dan hukum menjamin. Problem sekarang adalah tidak adanya jaminan dari negara untuk memperoleh kebebasan setiap insan tumbuh secara maksmal. Relasi gender tidak semata lahir dari kesadaran individu, tetapi juga bergantung pada faktor ekonomi, sosial dan lingkungan yang sehat dan dinamis.
Gender di era global berkaitan dengan kesadaran, tanggung jawab laki-laki, pemberdayaan perempuan, hak-hak perempuan termasuk hak reproduksi. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menghubungkan semua konsep gender untuk tujuan kesehatan dan kesejahteraan bersama. Pendirian gender perlu diterjemahkan dalam aksi nyata berupa gerakan pembebasan yang bertanggung jawab. Mendorong laki-laki dan perempuan untuk merubah tradisi pencerahan, yaitu sikap yang didasarkan pada akal, alam, manusia, agar diperoleh persamaan, kebebasan dan kemajuan bersama, tanpa membedakan jenis kelamin.
Selasa, 25 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar